Sabtu, 04 Mei 2013

Posting 5

Judul : PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KERUSAKAN DAN KEHILANGAN
BAGASI PENUMPANG PESAWAT UDARA
OLEH MASKAPAI PENERBANGAN
Pengarang : DT KEIZERINA, W WINDHA

Tahun : 2013

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KEDUDUKAN PENGANGKUT UDARA
DALAM PENGANGKUTAN BAGASI
Abdulkadir Muhammad mendefenisikan Pengangkutan adalah suatu proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undangundang
sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan teknologi. Pengangkutan memiliki tiga aspek pokok, yaitu pengangkutan sebagai usaha (business), pengangkutan sebagai perjanjian (agreement) dan pengangkutan sebagai proses penerapan (applaying process).

Pengangkutan sebagai usaha (business) adalah kegiatan usaha di bidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Istilah niaga dalam pengangkutan adalah padanan diambil dari istilah dagang, yaitu kegiatan usaha dengan cara membeli barang dan menjualnya lagi, menyewa barang, atau menjual jasa dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. Apabila penggunaan alat pngangkut itu disertai pembayaran sejumlah uang sebagai imbalan atau sewa, pengangkutan itu disebut dengan pengangkutan niaga.
Jadi pengangkutan niaga adalah penggunaan alat pengangkut oleh penumpang atau pengirim untuk mengangkut penumpang atau barang ketempat tujuan yang telah disepakati dengan pembayaran sejumlah yang sebagai biaya atau sewa.Pembayaran sejumlah uang sebagai biaya-biaya pengangkutan membuktikan bahwa pengangkut menjalankan kegiatan usaha
perusahaan di bidang jasa pengangkutan
Barang-barang yang dibawa tersebut beraneka ragam jenis antara lain pakaian, perhiasan, alat elekrtonik dan lain-lain. Dalam kegiatan penerbangan, barang biasany disebut dengan bagasi.Bagasi berdasarkan terminologi pada pengangkutan udara ada dua macam, yaitu bagasi tercatat dan bagasi kabin Sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 1 angka 24 dan angka 25 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan,bagasi tercatat dan
bagasi kabin dibedakan sebagai berikut :
1. Bagasi tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan penumpang sendiri
Di dalam hukum pengangkutan ada tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung
jawab karena kesalahan (fault liability), tanggung jawab karena praduga (presumption
liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute
liability),
Dalam Bab ini yang dibahas adalah tanggung jawab pelaku usaha dalam hukum
perlindungan konsumen yaitu tanggung jawab produk (product liability) yaitu suatu tanggung
jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk atau dari
orang atau badan yang bergerak dalam suatu  proses untuk menghasilkan suatu produk atau
orang atau badan yang menjual atau medistribusikan produk tersebut.

Posting 4 (jurnal 2)

Judul : PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KERUSAKAN DAN KEHILANGAN
BAGASI PENUMPANG PESAWAT UDARA
OLEH MASKAPAI PENERBANGAN
Pengarang : DT KEIZERINA, W WINDHA
Tahun : 2013

Abstract
With the development of more advanced era, directly influenced the development of
technology anyway. All flights include different routes, and has become a much-needed public
transport today. In this paper I discuss specifically to passenger baggage loss and baggage
whether cabin or baggage. Where this is a common problem and is experienced at present which is of course detrimental to passengers using air transport. To ensure passenger rights or the rights of consumers are harmed by the carrier it should be the responsibility of the carrier so that the carrier more secure rights that exist on the consumer or passenger.

The problem in this paper is how the legal protection of consumers or the passenger for
damages and loss that occurs in baggage, either baggage or cabin baggage and the airline liability form (Batavia Airlines) as a scheduled commercial carrier transportation of national.
The data obtained by the primary data obtained through regulations set by the authorities
and data from private air transport companies Batavia Airlines.

The results of the study explained that in Indonesian positive law, there are regulations
governing the legal protection of passenger air transport, namely Law No. 1 Year 2009 About
Flights Ministerial Regulation No. 77 Year 2011 About Air Transport Carrier Liability, Ordonasi Air Freight 1939, as well as from the Batavia Airlines other than follow the rules that have been
enacted, they have their own way in carrying out the responsibility for damage caused to the
passengers.

PENDAHULUAN
Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak pengguna jasa atau konsumen.Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian pengangkutan. Sebagaimana layaknya suatu perjanjian yang merupakan manisfestasi dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan maka di dalamnya terkandung hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi, yang biasa dikenal dengan istilah “ prestasi”1.
Terjadinya kerusakan dan kehilangan bagasi tidak dengan sendirinya merupakan
tanggung jawab dari pengangkut, tetapi harus memenuhi persyaratan-persyaratan. Dokumen
pengangkutan dalam pengangkutan udara terdiri dari:
1. Tiket penumpang pesawat udara;
2. Pas masuk pesawat udara (boarding Pass);
3. Tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag) ; dan
4. Surat muatan udara (airways bill)
Suatu sistem perlindungan hukum total akan memberikan perlindungan pada penumpang mulai dari taraf pembuatan pesawat udara sampai saat ia telah sampai di tempat tujuan, atau kalau ia mengalami kecelakaan, sampai ia atau ahli warisnya yang berhak memperoleh ganti rugi dengan cara yang mudah, murah dan cepat
Secara teoritis hubungan hokum menghendaki adanya kesetaraan diantara para pihak, akan tetapi dalam prakteknya hubungan hukum tersebut sering berjalan tidak seimbang terutama dalam hubungan hukum antara produsen dan konsumen, hal ini pun terjadi dalam hubungan hukum antara konsumen atau penumpang tidak mendapatkan hak-haknya dengan baik. Sehubungan dengan itu, diperlukan suatu perlindungan hukum bagi konsumen dalam kegiatan penerbangan khususnya terhadap bagasi.Unsur terpenting dalam perlindungan hukum bagi pemakai jasa angkutan udara serta jenis-jenis angkutan lainnya adalah unsur keselamatan angkutan dan tanggung jawab pengangkut
Pengangkut (produsen) bertanggung jawab untuk kerugian yang terjadi antara lain akibat kehilangan dan kerusakan bagasi selama pengangkutan berlangsung. Untuk penggantian kerugian tersebut menimbulkan tidak adanya kepastian hukum untuk melindungi penumpang (konsumen).












Nama : Eko Prasetiyo
Npm  : 22211386
Kelas : 2EB08

Posting 3

Judul : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE
Pengarang : Dhian Indah Astanti, SH,MH; Dharu Triasih,SH,MH;
B.Rini Heryanti, SH,MH.
Tahun : 2011
Sumber : http://scholar.google.com/scholar?q=PERLINDUNGAN+HUKUM+TERHADAP+KONSUMEN+DALAM+TRANSAKSI+E-COMMERCE+Dhian+Indah+Astanti%2C+SH%2CMH%3B+Dharu+Triasih%2CSH%2CMH%3B&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2C5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum dapat melindungi konsumen dalam transaksi e-commerce

Hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha dalam UUPK yang tidak menjangkau dalam transaksi e-commerce
Berbicara mengenaitransaksi e-commerce tidak dapat dilepaskan dari konsep perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan
bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Pengertian mengenai pelaku usaha dalam UUPK tidak dapat menjangkau pelaku usaha yang berada diluar wilayah Indonesia
    Ruang lingkup pengertian pelaku usaha di dalam UUPK pasal 1 angka(3)     undang-undang ini menyebutkan, yang dimaksud pelaku usaha adalah setiap     orang perseorangan atau badan usaha,baik yang berbentuk badanhukum     maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau     melakukan kegiatan dalam wilayah hokum negara Republik Indonesia, baik     sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan     kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

    Sedangkan menurut penjelasan pasal 1 angka (3) UUPK, yang termasuk      dalam pelaku usaha adalah pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini     adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang,     distributor dll.

    Penyelesaian sengketa konsumen e-commerce yang tidak         terjangkau oleh UUPK
Transaksi perdagangan dengan cara e-commerce menimbulkan berbagai macam permasalahan-permasalahan
hukum, salah satunya adalahpenyelesaian sengketa antara
pelaku usaha dengan konsumen. Dimana antara pelaku usaha dan
            konsumen dalam tansaksi ecommerce tidak bertemu secara langsung             akan berdampak jugapada mekanisme penyelesaian sengketa yang                 terjadi.
            Berdasarkan hasil penelitian, untuk pengaduan dari sisi pelaku usaha,             dapat dilakukan dengan cara menghubungi customer service toko                 online. Pengaduan tersebut dapat dilakukan dengan media telephone             maupun dengan mengirimkan e-mail ke alamat e-mail pelaku usaha                   yang dituju. Dalam upaya penyelesaian sengketa konsumen menurut
            UUPK terdapat dua pilihan , yaitu :
        1).melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara                 konsumen dan pelaku usaha (dalam hal ini BPSK) atau
        2).melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum dapat melindungi konsumen dalam transaksi e-commerce

Hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha dalam UUPK yang tidak menjangkau dalam transaksi e-commerce
Berbicara mengenaitransaksi e-commerce tidak dapat dilepaskan dari konsep perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan
bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Pengertian mengenai pelaku usaha dalam UUPK tidak dapat menjangkau pelaku usaha yang berada diluar wilayah Indonesia
    Ruang lingkup pengertian pelaku usaha di dalam UUPK pasal 1 angka(3) undang-undang ini menyebutkan, yang dimaksud pelaku usaha adalah setiap     orang perseorangan atau badan usaha,baik yang berbentuk badanhukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau     melakukan kegiatan dalam wilayah hokum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

    Sedangkan menurut penjelasan pasal 1 angka (3) UUPK, yang termasuk dalam pelaku usaha adalah pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini     adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang,     distributor dll.

    Penyelesaian sengketa konsumen e-commerce yang tidak terjangkau oleh UUPK
Transaksi perdagangan dengan cara e-commerce menimbulkan berbagai macam permasalahan-permasalahan
hukum, salah satunya adalahpenyelesaian sengketa antara
pelaku usaha dengan konsumen. Dimana antara pelaku usaha dan
            konsumen dalam tansaksi ecommerce tidak bertemu secara langsung akan berdampak jugapada mekanisme penyelesaian sengketa yang terjadi.
            Berdasarkan hasil penelitian, untuk pengaduan dari sisi pelaku usaha,dapat dilakukan dengan cara menghubungi customer service toko online. Pengaduan tersebut dapat dilakukan dengan media telephone maupun dengan mengirimkan e-mail ke alamat e-mail pelaku usaha yang dituju. Dalam upaya penyelesaian sengketa konsumen menurut
            UUPK terdapat dua pilihan , yaitu :
        1).melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (dalam hal ini BPSK) atau
        2).melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Posting 2

Judul : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE
Pengarang : Dhian Indah Astanti, SH,MH; Dharu Triasih,SH,MH;
B.Rini Heryanti, SH,MH.
tahun : 2011 
Sumber : http://scholar.google.com/scholar?q=PERLINDUNGAN+HUKUM+TERHADAP+KONSUMEN+DALAM+TRANSAKSI+E-COMMERCE+Dhian+Indah+Astanti%2C+SH%2CMH%3B+Dharu+Triasih%2CSH%2CMH%3B&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2C5

METODE PENELITIAN
Metode pendekatan
           Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode yang bersifat normatifempiris,karena merupakan penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normative secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.
Spesifikasi Penelitian
Bertitik tolak dari judul dan permasalahan yang mendasari penelitian ini, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku / hukum positif dikaitkan dengan teori hokum dan praktek pelaksanaan hokum positif dalam masyarakat.
Metode penentuan sampel
    Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan purposive sampling dimana penarikan sampel ini dilakukan dengan cara mengambil subyek dengan tujuan tertentu.
    pihak-pihak yang terkait dengan perlindungan hokum terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce :
        a. Customer service toko online (gudangpc.com dan mybutik.com)
        b. Kasubdit perekonomian Depkominfo RI
        c. 10 (sepuluh) konsumen yang pernah melakukan transaksi e-commerce jenis business to consumer (b to c)
4.     Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi :
        a. Data primer Data yang bersumber dari pihak-pihak yang terlibat
            secara langsung dalam transaksi e-commerce, yaitu pelaku usaha toko online, konsumen e-commerce,Departemen Komunikasi dan Infomasi Republik Indonesia (Depkominfo RI).
        b. Data sekunder Data yang diperoleh berdasarkan studi kepustakaan, yaitu penelitian bahan pustaka yang berkatan dengan permasalahan ini. Data sekunder ini meliputi :
                    a)  Bahan hukum pimer terdiri dari KUH Perdata dan UU Perlindungan Konsumen no 8 tahun                         1999.
                    b) Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku
                        atau literatur-literatur mengenai hokum ekonomi khususnya mengenai perlindungan
                        konsumen dan ecommerce
Metode analisa data Data sekunder dan data primer hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif dan kemudian dilakukan pembahasan. Berdasarkan hasil pembahasan kemudian diambil secara induktif sebagai jawaban terhadap permasalahan yang akan diteliti.

Nama : Eko Prasetiyo
Npm  : 22211386
Kelas : 2EB08



Posting 1 (jurnal 1)

Judul : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI    E-COMMERCE
Pengarang : Dhian Indah Astanti, SH,MH; Dharu Triasih,SH,MH; B.Rini Heryanti, SH,MH.
Tahun : 2011           
Sumber : http://scholar.google.com/scholar?q=PERLINDUNGAN+HUKUM+TERHADAP+KONSUMEN+DALAM+TRANSAKSI+E-COMMERCE+Dhian+Indah+Astanti%2C+SH%2CMH%3B+Dharu+Triasih%2CSH%2CMH%3B&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2C5

ABSTRACT
Trading activities in the society have been developed rapidly. They are influenced by some factors, one of them is the development of the Internet based technology, which is known as e-commerce. E-commerce is a form of trading having specific characteristics, which are : crosssing national borders trading, the traderband purchase do not meet each other in person, and the medium used is the Internet. This condition, on one side, gives advantages to customers because they have various choices of obtaining goods and services, however,on the other side, rights violations-in this case are customers’rightscan easily happen because of the specific characteristics of e-commerce. Therefore, a lawful protection is highly needed to protect the customers using e-commerce transactions.

The lawful protection for customers is regulated by Act No.8 year 1999 about customer protection. This act, hopefully, is abble to guarantee the certainty of law for customers using e-commerce transactions. In relation with those matters, three problems are discussed in this riset, which are : firstly, can Act No 8 Year 1999 about customer protection protect customers in performing e-commerce transaction ?, secondly, how should the lawful protection for customers be regulated in relation with ecommerce transactions ?, and finally, what emerging problems in lawful protection for customers in e-commerce transaction and how to overcome them ?

The method used in this research is a normative-empirical approach because it is a law research concerning the implementation of normative law determination in action manner, in every certain law case happened in the society.

Based on the discussion of the research results, it can be concluded that, firstly, Act of customer protection No 8 year 1999 has not be able yet to give protections for customers in e-commerce transaction because of the limitations in businessmen’understanding existing especially only in the region of Republic of Indonesia and the limitations of customers’rights regulated in the Act of customer protection. Secondly, lawful protections for customer, which should be regulated, cover lawful protection from the side of businessmen, customers, products, and transaction. Finally, the emerging problems in lawful protections for customers can be divided into 2 (two)

problems, which are, firstly, juridical problems, covering the legal status of agreement according to the Civil Law Code, dispute resolution in ecommerce transactions, non accommodative Act of Customer Regulation, and the absence of an on line store guarantor institution. Secondly, non juridical problems, covering transaction security and the lack of customers’knowledge in e-commerce transaction.


PENDAHULUAN
Kegiatan perdagangan di masyarakat telah berkembang pesat. Hal tersebut di pengaruhi salah satunya dengan berkembangnya teknologi yang berbasis internet yang dikenal dengan nama e-commerce.

Pertumbuhan pengguna internet yang sedemikian pesatnya merupakan sauatu kenyataan yang membuat internet menjadi salah satu media yang efektif bagi perusahaan maupun perseorangan untuk memperkenalkan dan menjual barang atau jasa kepada konsumen dari seluruh dunia.

e-commerce merupakan model bisnis modern yang non-fice ( tidak menghadirkan pelaku bisnis secara fisik) dan non sign ( tidak memakai tanda tangan asli)

Karena kedua belah pihak secara fisik tidak bertemu maka kemungkinan lahirnya bentuk-bentuk kecurangan atau kekeliruan menjadi perhatian utama yang perlu
penanganan lebih besar. Dampak negatif dari e-commerce itu sendiri cenderung merugikan konsumen.Diantaranya dalam hal yang berkaitan dengan produk yang
dipesan tidak sesuai dengan produk yang ditawarkan, kesalahan dalam pembayaran, ketidaktepatan waktu menyerahkan barang atau pengiriman barang dan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Disamping
itu bagi produsen, banyaknya jumlah orang yang dapat mengakses internet mengakibatkan produsen kesulitan untuk mendeteksi apakah pembeli yang hendak memesan produknya adalah pembeli yang sesungguhnya atau bukan.

Riswandi,mengungkapkan bahwa masalah perlindungan konsumen dalam ecommerce merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan, karena beberapa karakteristik khas ecommerce akan menempatkan pihak konsumen pada posisi yang lemah atau dirugikan seperti

a. Perusahaan di internet (the internet merchant) tidak memiliki alamat secara fisik di
suatu negara tertentu, sehingga hal ini akan menyulitkan konsumen untuk mengembalikan produk yang tidak sesuai dengan pesanan

b. Konsumen sulit memperoleh jaminan untuk mendapatkan local follow up service or
repair,

c. Produk yang dibeli konsumen ada kemungkinan tidak sesuai atau tidak kompatible dengan persyaratan lokal (local requairments).

Berdasarkan uraian di atas sangatlah penting perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi ecommerce, maka perlu diketahui apakah Undang undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 dapat melindungi konsumen dalam melakukan transaksi E-commerce.

Nama : Eko Prasetiyo
Npm  : 22211386
Kelas : 2EB08